Gejala morfofonemik dalam hal ini adalah gejala perubahan,
penambahan, pengurangan fonem pada morfem dasar. Hal tersebut biasa terjadi
dalam proses pembentukan morfem kompleks atau kata jadian, dan dalam proses
pembentukan frase.
Perubahan bentuk ini tidak mengubah arti, hanya perubahan
bentuk akibat proses yang dikatakan di atas. Gejala morfofonemik bahasa Sunda
meliputi:
a. metatesis
dikatakan metatesis bila terjadi perubahan tempat pada
bentuk dasar, conto:
dalu menjadi ladu,
aduy menjadi ayud
b. protesis
bila terjadi penambahan fonem pada awal bentuk dasar (fonem
inisial) dikatakan protesis, conto:
ai menjadi nyai,
jeung menjadi eujeung, rok menjadi erok,
akang menjadi kakang
c. epentesis
gejala bahasa ini terjadi bila ada fonem yang disisipkan ke
dalam bentuk dasar, conto:
kade menjadi kahade,
eunteup menjadi euntreup
d. pararoge
dikatakan pararoge apabila diakhir bentuk dasar ada fonem
yang ditambahkan, conto:
kitu menjadi kituh, ema menjadi emah
e. aferesis
gejala bahasa ini terdapat pengurangan pada awal bentuk
dasar, conto:
arek menjadi rek, pilari menjadi ilari
f. sinkope
terjadi apabila fonem medial (tengah) dikurangi, conto:
ambeh menjadi abeh
g. apakope
terjadi bila fonem final (akhir) pada bentuk dasar
dikurangi, conto:
Italia menjadi Itali, ituh menjadi itu
h. asimilasi
· asimilasi
progresif terjadi bila fonem yang berada di belakang salah satu fonem pada
bentuk dasar terpengaruh oleh fonem yang di depannya, hingga berubah (luluh)
menjadi fonem yang berada di depannya, conto:
gambar menjadi gamar,
jumblah menjadi jumlah
· asimilasi
regresif terjadi bila fonem yang ada di belakang dari bentuk dasar itu dapat
mempengaruhi fonem yang ada di depan, conto:
gepluk menjadi kepluk,
gaplok menjadi kaplok
i. disimilasi
· disimilasi
progresif yang terjadi bila satu fonem pada bentuk dasar berubah akibat
pengaruh fonem yang sama yang ada di depannya, conto:
laleur menjadi lareur,
leler menjadi lerer
· disimilasi
regresif yang terjadi bila satu fonem akibat pengaruh fonem yang sama yang ada
di belakangnya berubah menjadi fonem lain, conto:
ruruntuk menjadi luruntuk,
siraru menjadi silaru
Boleh tanya?kl kata yg mengalami gejala morfofonemik ini hrs sll kata yg sudah pny makna? Atau hanya terjadi penukaran fonem tanpa ada arti yg berbeda?
BalasHapus